Kelompok: 1
TEORI
BELAJAR BEHAVIORISTIK
DAN
PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN PAI
Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi
tugas pada matakuliah:
Strategi
Pembelajaran PAI
Disusun Oleh:
Nama
NPM
Ahmad Ramadhan 1611010391
Ahadiyati Hanun 1611010375
Semester/Kelas 3/H
Dosen Pengampu matakuliah:
Dr.
Agus Pahrudin, M.Pd.
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN
2017/2018
KATA PENGANTAR
السلام عليكم ورØمة الله وبركاته
Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan
sehingga penulisan makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pembuatan
makalah ini untuk memenuhi tugas pada mata kuliah "Strategi Pembelajaran PAI".
Shalawat teriring salam kami haturkan
kepada baginda Nabi besar kita, Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau yang setia
sampai akhir zaman, semoga kita semua mendapat syafa’at beliau di yaumul qiamah
kelak. Aamiin ya robbal ‘alamin.
Selanjutnya kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Bapak Dr. Agus Pahrudin, M.Pd. dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penulis makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini kami sadari bahwa
masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisannya, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
والسلام عليكم ورØمة الله وبر كاته
Bandar Lampung,
12 Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi...................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah................................................................... iv
B.
Rumusan
Masalah............................................................................ v
C.
Tujuan
Masalah................................................................................ v
BAB II. PEMBAHASAN
A. Teori belajar Behavioristik dan penerapannya dalam
pembelajaran PAI ............................................................................ 1
1.
Pengertian
belajar menurut pandangan teori Behavioristik........ 1
2.
Teori
belajar menurut Thorndike, Watson, Clark, Hull,
Edwin Gutrie, dan Skiner.......................................................... 2
3.
Aplikasi
teori belajar Behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran PAI di sekolah/ madrasah.................................... 6
4.
Desain
pembelajaran berbasis teori belajar Behavioristik
(Lampirkan contoh beberapa RPP!)........................................... 8
BAB III. PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Al-Qur’an Surah
Al-‘Alaq ayat 1-5 Allah SWT berfirman yang artinya: Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Al Qur’an memerintahkan
kepada umat manusia untuk belajar, sejak ayat pertama kali diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Perintah untuk membaca dalam ayat itu disebut dua kali,
perintah kepada Rasulullah SAW. Dan selanjutnya perintah kepada seluruh umat
manusia. Membaca adalah sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan, baik
secara etimologis berupa membaca huruf – huruf yang tertulis dalam buku – buku
maupun terminologis, yakni membaca dalam arti yang lebih luas. Maksudnya,
membaca alam semesta (ayatul-kaun). Terminologis kalam disebut dalam ayat itu
lebih memperjelas makna hakiki membaca, yaitu sebagai alat belajar.
Belajar merupakan
aktifitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja faktor internal.
Belajar adalah proses penyesuaian atau adaptasi melalui asimilasi dan akomodasi
antara stimulasi dengan unit dasar kognisi seseorang. Menurut pandangan
psikologi behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam belajar
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Teori behavioristik
memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah
mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang
diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan
perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu
memperlihatkan perubahan makna.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian belajar menurut pandangan teori Behavioristik?
2.
Bagaimana
teori belajar menurut Thorndike, Watson, Clark, Hull, Edwin Gutrie, dan Skiner?
3.
Bagaimana
aplikasi teori belajar Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran PAI di
sekolah/ madrasah?
4.
Bagaiman
Desain pembelajaran berbasis teori belajar Behavioristik?
5.
Bagaimna
contoh beberapa RPP?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui pengertian belajar menurut pandangan teori Behavioristik
2.
Untuk
mengetahui teori belajar menurut Thorndike, Watson, Clark, Hull, Edwin Gutrie,
dan Skiner
3.
Untuk
mengetahui aplikasi teori belajar Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran PAI
di sekolah/ madrasah
4.
Untuk
mengetahui Desain pembelajaran berbasis teori belajar Behavioristik
5.
Untuk
mengetahui contoh beberapa RPP
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori belajar Behavioristik
dan penerapannya dalam pembelajaran PAI
1.
Pengertian belajar menurut pandangan teori Behavioristik
Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada
tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
teori behaviorisme merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner.[1]
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah
perubahan
dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons.
Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.[2]
dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons.
Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.[2]
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pembelajar (respon) harus dapat
diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
yang penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik ini
adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila penguatan
dikurangi/ dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.[3]
2.
Teori
belajar menurut Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Gutrie, dan Skiner
a. Teori
Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa
yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak
konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati.[4]
Teori Thorndike ini
disebut pula dengan teori koneksionisme, bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial-and-error learning
(belajar dengan uji coba), atau yang disebutnya sebagai selecting and
connecting (pemilihan dan pengaitan). Dia mendapatkan ide dasar ini melalui
eksperimen awalnya, dengan memasukkan hewan ke dalam perangkat yang telah
ditata sedemikian rupa sehingga ketika hewan itu melakukan jenis respon
tertentu ia bisa keluar dari perangkat itu.
Waktu yang dibutuhkan
hewan untuk memecahkan problem sebagai fungsi dari jumlah kesempatan yang harus
dimiliki hewan untuk memecahkna problem. Setiap kesempatan adalah usaha
coba-coba, dan upaya percobaan berhenti saat si hewan mendapatkan solusi yang
benar. Dengan mencatat penurunan gradual dalam waktu untuk mendapatkan solusi
(membebaskan diri) sebagai fungsi percobaan suksesif (kesempatan untuk
membebaskan diri), Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam langkah-langkah
kecil yang sistematis, bukan langsung melompat ke pengertian yang mendalam.
b. Teori Belajar Menurut Watson
Menurut Watson, Belajar sebagai proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud
harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun
dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain
seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana
dapat diamati dan diukur.
c. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Menurut Clark Hull, Belajar merupakan
perubahan tingkah laku melalui kekuatan kebiasaan. Dalam teori Hull mengatakan
bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan
menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
Clark Hull juga
menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar.Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua
fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap
bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis dan pemuasan
kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh
kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir
selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul
mungkin dapat berwujud macam-macam.
d. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Edwin Guthrie mengemukakan teori kontiguiti yang
memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan
respon tertentu. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon
lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang
baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan
antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan
belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan
stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar, hukuman yang diberikan pada saat yang tepat
akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah
guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat, siswa harus
dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari, dalam mengelola kelas guru tidak
boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak.[5]
Konsep yang dikemukakan oleh Guthrie
ini berisi makna bahwa belajarpada diri siswa terjadi tidak harus
mengulang-ulang urutan antara hubungan stimulus dengan respons, serta tidak
memerlukan adanya hadiah. Dia menyatakan bahwa belajar itu akan terjadi oleh
karena adanya contiguity (hubungan kontak
antara stimulus dengan respons). Tidak menjadi soal apakah respons didapat selama latihan dengan stimulus atau dengan cara lain, sepanjang stimulus dan respons terjadi secara bersama-sama, maka belajar itu terjadi.[6]
antara stimulus dengan respons). Tidak menjadi soal apakah respons didapat selama latihan dengan stimulus atau dengan cara lain, sepanjang stimulus dan respons terjadi secara bersama-sama, maka belajar itu terjadi.[6]
e.
Teori
Belajar Menurut Skiner
Konsep yang dikemukakan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar
secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang
kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan, respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami
tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus
yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan
berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut, dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian seterusnya.[7]
3.
Aplikasi
teori belajar behavioristik dalam kegiatan pembelajaran PAI di sekolah/ madrasah
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar, dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke
orang yang belajar, siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, Siswa dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pembelajar diukur hanya pada
hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Implikasi dari teori
behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak
yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang
sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah.
Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa
menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pembelajar secara individual. Langkah-langkah pembelajarannya
meliputi:
1.
Menganalisis lingkungan kelas yang
ada
|
7.
Memberikan penguatan ataupun
hukuman
|
2.
Menentukan materi pembelajaran
|
8.
Memberikan stimulus baru
|
3.
Memecahkan materi pelajaran
menjadi kecil-kecil
|
9.
Mengamati dan mengkaji respons
yang diberikan siswa
|
4.
Menyajikan materi pelajaran
5.
Memberikan stimulus
|
10.
Memberikan penguatan lanjutan atau
hukuman
|
6.
Mengamati
dan mengkaji rspons yang diberikan siswa
|
|
Bahwa
perilaku manusia selalu dikendalikan oleh faktor luar (faktor lingkungan,
rangsangan, dan stimulus). Dilanjutkan bahwa dengan memberikan ganjaran
positif, suatu perilaku akan ditumbuhkan dan dikembangkan. Sebaliknya, jika
diberikan ganjaran negatif suatu perilaku akan dihambat.[9]
Dalam situasi belajar PAI, hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tidak
diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement
langsung. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan oleh murid.
Sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid. Sebagai
contoh murid yang tidak menghafalkan pelajaran Qur’an Hadits selalu disuruh
berdiri didepan kelas oleh gurunya. Sebaliknya jika ia sudah hafal maka ia
disuruh duduk kembali dan dipuji oleh gurunya. Lama-kelamaan anak itu belajar
menghafal setiap pelajaran Qur’an Hadits.
4. Desain pembelajaran berbasis teori belajar behavioristik
Istilah pengembangan sistem
instruksional (instructional system development) dan desain instruksional
(instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak
dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan
antara desain dan pengembangan. Kata desain berarti membuat sketsa atau pola
atau outline atau rencana pendahuluan. Sedang pengembangan berarti membuat
tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih
efektif dan sebagainya.[10]
Desain pembelajaran adalah
keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan
teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Termasuk di dalamnya adalah pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar,
uji coba, revisi dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar.[11]
Desain pembelajaran berhubungan
dengan pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode pembelajaran. Desain
pembelajaran merupakan proses penentuan metode pembelajaran yang tepat untuk
menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam diri siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan dang keterampilan sesuai dengan isi pembelajaran dan siswa
tertentu.
Teori behaviorisme yang menekankan
adanya hubungan antara stimulus(S) dengan respons (R) secara umum dapat
dikatakan memiliki arti yang pentingbagi siswa untuk meraih keberhasilan
belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran,
dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika diikuti
dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap
respons yang telah ditunjukkan).
Beberapa
prinsip umum yang harus diperhatikan, yaitu :
1)
Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan
belajar adalah perubahan tingkah laku, seseorang dikatakan telah belajar
sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku
tertentu.
2)
Teori ini beranggapan bahwa yang
terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respon, sebab inilah yang
dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antaranya dianggap tidak penting
karena tidak dapat diamati.
3)
Reinforcement, yakni apa saja yang
dapat menguatkan timbulnya respon,merupakan faktor penting dalam belajar. Agar
guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah
berhasil, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a)
Guru hendaknya paham tentang jenis
stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
b)
Guru mengerti jenis respons apa yang
akan muncul pada diri siswa.
c)
Untuk mengetahui apakah respons yang
ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru
harus mampu :
1)
Menetapkan bahwa respons itu dapat
diamati (observable)
2)
Respons yang ditunjukkan oleh siswa
dapat pula diukur (measurable)
3) Respons yang
diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit atau jelas
kebermaknaannya (eksplisit). Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi
atau setia dalam ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya
semacam hadiah (reward).[12]
BAB III
KESIMPULAN
Belajar menurut
pandangan teori behavioristik adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Ada beberapa ahli dalam belajar
menurut teori behaviorsistik antara lain: Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Gutrie,
dan Skiner. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Desain pembelajaran adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan
belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bell Margareth E.
1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hergenhahn
B. R. Dan H. Olson Matthew. 2008. Theories of Learning : Teori Belajar,
terj. Tri Wibowo, Jakarta: Prenada Media.
Hamzah B.
Uno. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta :
Bumi Aksara.
Harjanto.
2008. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Leslie J.
Briggs. 1979. Instruksional Design : Prinsiples and Aplication. Englewood
Cliffs, N.J. : Educational Technology Publicatios.
Muhibbin Syah. 1997. Psikologi Pendidikan Sebuah Pendekatan Baru,
Bandung : Rosda.
Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran,
Yogyakarta : P3G IKIP.
Muhibbin
Syah. 1997. Psikologi Pendidikan Sebuah Pendekatan Baru. Bandung : Rosda.
Sri Esti Wuryani
Djiwandono. 1989. Psikologi
Pendidikan, Jakarta : Depdikbud.
Footnote:
[2] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru
dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), h. 82.
[3] B. R. Hergenhahn dan Matthew H.
Olson, Theories of Learning : Teori Belajar, terj. Tri Wibowo,
(Jakarta: Prenada Media, 2008), h. 98.
[9] Leslie J. Briggs, Instruksional
Design : Prinsiples and Aplication, Englewood Cliffs, N.J. :
Educational
Technology Publicatios, 1979. h. 153.
[11]
Asri Budiningsih, Op. Cit., h.
59.
[12]
Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan Sebuah Pendekatan Baru, Bandung : Rosda,
1997. h. 77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar