Kelompok: 2
SUMBER
AQIDAH ISLAM
Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi
tugas pada matakuliah:
TAUHID ILMU
KALAM
Disusun Oleh:
Nama
NPM
Ahmad Ramadhan 1611010391
Siti Khotijah 1611010397
Tria Elsa Putri 1611010367
Semester/Kelas 3/H
Dosen Pengampu matakuliah:
Siswanto, M. Pd.I
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN
2017/2018
KATA PENGANTAR
السلام عليكم ورØمة الله وبركاته
Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan
sehingga penulisan makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pembuatan
makalah ini untuk memenuhi tugas pada mata kuliah "Tauhid Ilmu Kalam". Shalawat
teriring salam kami haturkan kepada
baginda Nabi besar kita, Muhammad SAW, kepada
keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau yang setia sampai akhir zaman,
semoga kita semua mendapat syafa’at beliau di yaumul qiamah kelak. Aamiin ya
robbal ‘alamin.
Selanjutnya kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Bapak Siswanto, M.Pd.I dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penulis makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini kami sadari bahwa
masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisannya, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
والسلام عليكم ورØمة الله وبر كاته
Bandar Lampung, 12 September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi...................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................ 2
C.
Tujuan
Masalah................................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Sumber Aqidah Islam...................................................................... 3
1.
Beberapa
Kaidah Aqidah........................................................... 4
2.
Fungsi
Aqidah............................................................................ 7
BAB III. PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah
ditetapkan oleh Allah, dan kita sebagai manusia wajib meyakininya sehingga kita
layak disebut sebagai orang yang beriman (mu’min). Namun bukan berarti bahwa
keimanan itu ditanamkan dalam diri seseorang secara dogmatis, sebab proses
keimanan harus disertai dalil-dalil aqli. Akan tetapi, karena akal manusia terbatas maka
tidak semua hal yang harus diimani dapat diindra dan dijangkau oleh akal
manusia.
Pada hakikatnya pendidikan merupakan kebutuhan yang utama bagi manusia yang
dimulai sejak manusia lahir hingga meninggal, bahkan manusia tidak akan menjadi
manusia yang berkepribadin utama tanpa melalui pendidikan, sebab
pendidikan merupakan peranan penting dalam kehidupan setiap manusai dalam
pencapaian hidup yang sesungguhnya. Begitu pula
dengan pendidikan akidah di ruang lingkup mahasiswa yang sangat
mempengaruhi terhadap tingkah lakunya itu sendiri. Maka dari itu, pendidikan
akidah mempunyai arti dan peran penting dalam pembentukan kepribadian
mahasiswa, sebab dalam pendidikan akidah tidak hanya diarahkan kepada
kebahagiaan hidup di dunia saja, tetapi untuk kebahagian di akhirat. Oleh sebab
itu kita harus mengetahui ruang lingkup pembahasan akidah yang terdiri atas sumber akidah islam, beberapa kaidah akidah, dan fungsi akidah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja Sumber Aqidah Islam?
2.
Apa
Kaidah Aqidah?
3.
Apa
Fungsi dari Aqidah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Sumber Aqidah Islam
2. Untuk mengetahui Beberapa Kaidah
Aqidah
3. Untuk mengetahui Fungsi dari Aqidah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sumber Aqidah Islam
Sumber
aqidah islam adalah Al-Qur’an, Menurut bahasa
Al-Qur’an memiliki arti bacaan. Menurut istilah Al-Qur’an adalah wahyu Allah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad secar lisan, makna, dan gaya bahasa
(ushlub) yang termaktub dalam mushaf yang dinukil darinya secara mutawatir.[1]
dan Sunnah, As-Sunnah menurut bahasa Arab, adalah ath-thariqah, yang berarti metode,
kebiasaan, perjalanan hidup, atau perilaku. Kata tersebut berasal dari kata
as-sunan yang bersinonim dengan ath-thariq (berarti "jalan").
Mengikuti sunnah berarti mengikuti cara Rasullulah bersikap, bertindak,
berfikir dan memutuskan.[2] Jadi apa saja yang disampaikan oleh Allah
dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah dalam Sunnahnya wajib diimani (diyakini dan
diamalkan).
Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi
hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut
dan mencoba kalau diperlukan membuktikan secara ilmiah kebenaran yang
disampaikan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Itu pun harus disadari oleh suatu
kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya
kemampuan semua makhluk Allah. Akal tidak akan mampu menjangkau masail
ghainiyah (masalah ghaib), bahkan akal tidak mampu menjangkau sesuatu yang
tidak terkait dengan ruang dan waktu. Misalnya akal tidak akan mampu menjawab
pertanyaan kekal itu sampai kapan? Atau akal tidak akan mampu menunjukkan
tempat yang tidak ada di darat, di udara, di lautan dan tidak ada dimana-mana.
Karena kedua hal tersebut tidak terkait dengan ruang dan waktu. Oleh sebab itu
akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut dan menjawab
pertanyaan segala sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal hanya perlu
membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si pembawa berita tentang hal-hal
ghaib tersebut dibuktikan secara ilmiah oleh akal pikiran? Hanya itu.
Untuk lebih memahami sejauh mana fithrah dan akal
berperan dalam masalah aqidah ada baiknya kita ikuti uraian Syekh Ali Thanthawi
tentang hal itu dalam bukunya Ta’rif Am bin Dinil Islam, Fasal Qawaa’idul
‘Aqaid (penulis ringkaskan dalam paragraf berikut dengan sub judul: Beberapa
Kaidah Aqidah).
1.
Beberapa Kaidah Aqidah
1.
Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakini adanya, kecuali
bila akal saya mengatakan “tidak”
berdasarkan pengalaman masa lalu.
Misalnya,
bila saya pertama kali melihat sepotong kayu di dalam gelas berisi air putih
kelihatan bengkok, atau melihat tiang-tiang listrik bergerak dilihat dari
jendela kereta api yang sedang berjalan, atau melihat fatamorgana, tentu saya
akan membenarkannya. Tapi bila terbukti kemudaian hasil penglihatan indera saya
itu salah, maka untuk kedua kalinya bila saya melihat hal yang sama, akal saya
langsung mengatakan tidak demikian hal yang sebenarnya.
2.
Keyakinannya, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung,
juga bisa melalui berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita.
Banyak hal
yang memang tidak atau belum kita saksikan sendiri tapi kita menyakini adanya.
Misalnya Anda belum pernah ke India, Brazil atau ke Mesir, tapi Anda meyakini negeri-negeri
tersebut ada. Atau tentang fakta sejarah, tentang Daulah Abbasiyah, Umaiyah,
tentang Kerajaan Majapahit, tentang Iskandar Zulkarnain dan lain-lain, Anda
meyakini kenyataan sejarah itu berdasarkan berita yang Anda terima dari sumber
yang dipercaya. Bahkan, kalau seseorang memperhatikan apa-apa yang diyakini
adanya, ternyata yang belum disaksikannya lebih banyak dari yang sudah
disaksikannya.
3.
Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena Anda
tidak bisa menjangkaunya dengan indera mata.
Kemampuan alat indera memang sangat
terbatas. Telinga tidak bisa mendengar suara semut dari jarak dekat sekalipun,
mata tidak bisa menyaksikan semut dari jarak jauh. Di sebuah ruangan yang sepi
dan sunyi Anda tidak bisa mendengar apa-apa, padahal di udara dalam ruangan itu
ada bermacam-macam suara dari bermacam-macam pemancar radio. Oleh itu,
seseorang tidak bisa memungkiri wujudnya sesuatu hanya karena inderanya tidak
bisa menyaksikannya.
4.
Seseorang hanya bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau
oleh inderanya.
Khayal manusia terbatas. Anda tidak akan bisa
mengkhayalkan sesuatu yang baru sama sekali. Waktu Anda mengkhayalkan
kecantikan seseorang secara fiktif, Anda akan menggabung-gabungkan unsur-unsur
kecantikan dari banyak orang yang sudah pernah Anda saksikan. Begitu juga
seseorang arsistek, tatkala merancang sebuah gedung yang paling indah, hanya
mengabung-gabungkan unsur keindahan yang pernah dia lihat dari beberapa gedung
lainnya. Khayal memang sangat terbatas. Terkait dengan hukum-hukum tertentu.
Anda tidak akan bisa mengkhayalkan suara nadanya harum, atau parfum yang baunya
merangsang, karena suara, bau, dan warna terkait dengan hukum masing-masing.
5.
Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terkait dengan ruang dan
waktu
Tatkala mata
mengatakan bahwa tiang-tiang listrik bejalan waktu kita menyaksikannya lewat
jendela kereta api akal dengan cepat mengoreksinya. Tapi adakah akal bisa
memahami dan menjangkau segala sesuatu? Tidak. Karena kemampuan akal pun
terbatas. Akal tidak bisa menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang
dan waktu. Bisakah Anda menunjukkan tempat sebuah negeri kalau negeri yang itu
tidak di ada daratan, di lautan, di udara dan tidak ada dimana-mana. Bisakah
akal Anda menjelasakan kapan terjadinya peristiwa, kalau peristiwa itu tidak
terjadi dulu, sekarang dan tidak juga pada masa yang akan datang?.
6.
Iman adalah fithrah setiap manusia
Setiap
manusia memiliki fithrah mengimani adanya Tuhan. Pada saat seseorang termasuk
yang mengaku tidak bertuhan kehilangan hartapan ingin hidup, padahal dia masih
ingin hidup, fithrahnya akan menuntun dia untuk meminta kepada Tuhan. Bila Anda
masuk hutan dan terperosok ke dalam lubang, pada saat Anda kehilangan harapan
untuk bisa keluar dari lubag itu, Anda tidak pernah menyebut Tuhan. Tapi fihrah itu hanya potensi dasar,
yang diperlukan dikembangkan dan dipelihara, karena fithrah bisa tertutup oleh
beberapa macam-macam hal.
7.
Kepuasan material di dunia sangat terbatas
Manusia tidak akan puas dengan material. Seseorang
yang belum punya sepeda ingin punya sepeda. Setelah punya sepeda, ingin punya
motor dan seterusnya sampai mobil, pesawat dan lain-lain. Bila keinginannya
tercapai dan berubah menjadi sesuatu yang “biasa” maka dia tidak lagi merasakan kepuasan. Dia
akan selalu ingin lebih dari apa yang didapatnya secara material. Oleh sebab
itu, manusia memerlukan alam lain sesudah dunia ini untuk mendapatkan kepuasan
yang hakiki.
8.
Keyakinan tentang Hari Akhir adalah konsekuensi logis dari
keyakinan tentang adanya Allah
Jika Anda
beriman dangan Allah, tentu Anda beriman dengan sifat-sifat Allah, termasuk
sifat “adil”. Kalau tidak ada kehidupan lain di akhirat, bisakah keadilan Allah
itu terlaksana? Bukankah tidak semua penjahat menanggung akibat semua kejahatannya tersebut? Bukankah tidak
semua orang yang berbuat baik meraskan hasil kebaikannya itu? Bila Anda
menonton film, bila ceritanya belum selesai sudah dituliskan di layar “Tamat”,
bagaimana komentar Anda? Oleh sebab itu, iman Anda dengan Allah menyebabkan
Anda beriman dengan adanya alam lain sesudah alam dunia ini yaitu Hari Akhir.
2.
Fungsi Aqidah
Aqidah
adalah dasar, pondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang
akan didirikan, harus semakin kokoh pondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah
bangunan itu akan ambruk. Tidak ada bangunan tanpa pondasi.
Kalau
ajaran Islam kita bagi dalam sitematika Aqidah, Ibadah, Akhlak, dan Mu’amalat,
Atau Aqidah, Syari’ah dan Akhlak atau Iman, Islam dan Ihsan, maka ketiga aspek
atau keempat aspek diatas tidak dapat
dipisahakan sama sekali. Satu sama lain saling terkait.
Seseorang
yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib,
memiliki akhlak yang mulia dan bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak
akan diterima oleh Allah SWT kalau tidak dilandasi dengan aqidah, seseorang
tidaklah dinamai berakhlak mulia bila tidak memiliki aqidah yang benar. Begitu
seterusnya bolak-balik dan berseling.
Seseorang
bisa saja merakayasa untuk terhindar dari kewajiban formal, misalnya zakat,
tapi dia tidak akan menghindar dari aqidah. Atau seseorang bisa berpura-pura
melaksanakan ajaran formal Islam, tapi Allah tidak akan memberi nilai kalau
tidak dilandasi dengan aqidah yang benar (iman).
Itulah
sebabnya kenapa Rasulullah SAW selama 13 tahun periode Mekkah memusatkan
dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh. Sehingga bagunan Islam
dengan bisa berdiri di periode Madinah dan bangunan itu akan bertahan terus
sampai akhir kiamat.[3]
BAB III
KESIMPULAN
Sumber
aqidah islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan
oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah dalam Sunnahnya wajib diimani
(diyakini dan diamalkan). Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi
hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut
dan mencoba kalau diperlukan membuktikan secara ilmiah kebenaran yang
disampaikan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa Kaidah Aqidah antara lain: Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya
yakini adanya, kecuali bila akal saya
mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu, Keyakinannya, di samping
diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bisa melalui berita yang diyakini
kejujuran si pembawa berita, Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu,
hanya karena Anda tidak bisa menjangkaunya dengan indera mata, Seseorang hanya
bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh inderanya, Akal
hanya bisa menjangkau hal-hal yang terkait dengan ruang dan waktu, Iman adalah
fithrah setiap manusia, Kepuasan material di dunia sangat terbatas, dan Keyakinan tentang Hari Akhir adalah
konsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya Allah. Fungsi Aqidah adalah
sebagai dasar pondasi untuk mendirikan
bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh
pondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah bangunan itu akan ambruk. Tidak ada
bangunan tanpa pondasi.
DAFTAR PUSTAKA
Amudidin dkk. 2006. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Graha Ilmu.
Ilyas Yunahar. 2013. Kuliah Aqidah Islam, .Yogyakarta: LPPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar